Tumbuh besar atau bubarnya sebuah
jamaah akan berpulang kepada individu atau anggota jamaah itu sendiri. Semakin baik sikap
jndividu dalam berjamaah maka akan semakin kuat jamaah itu. Sebaliknya semakin rapuh sikap setiap
individu dalam jamaah akan semakin cepat hancur dan bubar jamaah tersebut. Beberapa indicator berikut dapat kita jadikan
parameter dalam kondisi seperti apakah jamaah kita, akan tumbuh besar, stagnan
jalan di tempat atau bubar, naudzubillah.
Hanya kita sendiri yang dapat menjawabnya.
Indikator pertama adalah semangat memberi dan semangat menerima. Jamaah yang sehat adalah jamaah yang
setiap individunya memiliki semangat memberi lebih besar dari pada semangat
menerima. Ketika setiap individu
memiliki semangat memberi yang lebih besar maka yang akan terjadi terhadap
jamaah tersebut adalah surplus atau keberlimpahan kebaikan. Keberlimpahan kebaikan inilah yang akan
didistribusikan kepada anggota jamaah dan kepada masyarakat. Jamaah yang banyak
memberi manfaat kepada publik akan
semakin mendapat banyak simpati dan pengikut.
Sebaliknya ketika semagat yang lebih dominan dari individunya adalah
semangat menerima maka yang akan terjadi
adalah devisit kebaikan. Jamaah tersebut tidak akan bisa memberikan
apa-apa kepada publik karena jamaah itu sangat disibukkan dalam mengurus dan memberi
perhatian kepada anggotanya saja. Pada akhirnya jamaah tersebut akan kehilangan
simpati dan akan ditinggalkan oleh masyarakat karena keberadaannya sama dengan
ketidakadaannya ( wujuduha ka adamiha
) atau kata anak muda sekarang kaga’
ngaruh ada dia atau kaga ada dia.
Indikator kedua adalah antara kerja dan jabatan. Jamaah yang
sehat adalah jamaah yang setiap individunya selalu berorientasi pada kerja
bukan pada jabatan atau posisi. Ketika setiap individu dalam jamaah
berorientasi pada kerja dapat dipastikan jamaah tersebut akan menjadi jamaah
yang sangat produktif dan pada akhirnya jamaah tersebut akan tumbuh besar.
Sebaliknya ketika yang dipikirkan oleh setiap individu dalam jamaah adalah
jabatan dan posisi maka pasti akan terjadi saling berebut posisi dan jabatan,
saling intrik, saling sikut dan saling-saling negatif lainnya. Energi jamaah tersebut akan terkuras habis
untuk melerai anggotanya yang bertengkar karena berebut posisi dan jabatan.
Keberadaannya juga tidak akan memberi manfaat bagi publik, masyarakat akan mecibir kepada mereka dan akhirnya juga pasti ditinggalkan.
Indikator ketiga adalah antara tokoh dan system. Jamaah yang sehat adalah jamaah yang setiap
individunya berorientasi pada system bukan kepada tokoh. Mengagumi
dan mencintai tokoh-tokoh jamaah adalah
manusiawi dan diharuskan. Hubungan
Qiyadah dengan jundi akan bertambah indah ketika dilandasi dan dibingkai dengan
saling cinta. Demikian pula ketidaksukaan seorang anggota jamaah terhadap satu
atau beberapa orang tokoh jamaah adalah juga wajar dan manusiawi. Jangan sampai
keaktifan atau ketidakaktifan seseorang dalam jamaah karena kesukaan pada tokoh
tertentu atau ketidak sukaan pada tokoh tertentu. Karena itu jamaah harus tetap mendidik dan melatih
anggotanya untuk tetap lebih berorientasi pada system dari pada tokoh. Tokoh
bisa datang dan pergi, tokoh bisa insilakh,
tokoh juga bisa wafat, apakah kalau tokoh jamaah wafat kemudian jamaah harus
bubar ?
Al Qur an telah mengajari kita untuk tidak berorientasi pada tokoh,
lihatlah bagaimana Al Qur an mengingatkan tentara muslim ketika Rosululloh SAW
terkena panah pada perang uhud. Oleh lawan-lawannya diisukan bahwa Rosul SAW telah
tewas. Isu ini sempat membuat sebahagian
kaum muslimin menjadi down. Kejadian tersebut membuat turunnya
sebuah ayat dalam surat Ali Imron “ tidaklah
Muhammad itu kecuali seorang Rosul yang juga pernah ada sebelum beliau beberapa
Rosul, apakah jika beliau wafat atau terbunuh kalian akan kembali ( jahiliyyah
) seperti dahulu…”
Indikator berikutnya adalah pemberdayaan dan eksploitasi. Perbedaan
kata pemberdayaan atau empowerment dengan
kata eksploitasi dalam kamus memang sangat jelas, namun dalam implementasinya kadang
sangat sulit membedakan antara pemberdayaan dengan eksploitasi. Jamaah yang sehat adalah jamaah yang memiliki
kultur pemberdayaan bukan eksploitasi.
Setiap mas’ulin dalam setiap jenjangnya harus memastikan bahwa kapasitas
setiap naggota yang dipimpinya dari waktu ke waktu semakin baik dan semakin
meningkat. Jangan sampai ada orang cerdas yang bergabung
bersama jamaah kemudian ilmunya tidak bertambah dari waktu ke waktu. Yang
seharusnya adalah ketika ada orang yang biasa saja dalam keilmuan setelah
bergabung bersama jamaah dia berubah menjadi orang yang cerdas. Jangan sampai ada orang yang kaya sebelumnya
dan setelah bergabung bersama jamaah menjadi miskin. Yang benar adalah, ketika orang miskin
bergabung ke dalam sebuah jamaah maka kemudian dia berubah menjadi orang kaya,
dan ketika orang kaya bergabung ke dalam sebuah jamaah dia berubah menjadi kaya
raya.
Indikator berikutnya adalah ketaatan dan kreatifitas. Persoalan sulit berikutnya
bagi sebuah jamaah adalah mencetak individu yang taat dan kreatif. Ketaatan dan
kreatifitas adalah dua kata yang berlawanan dan sangat sulit untuk
disatukan. Banyak orang yang ketaatannya tinggi tapi seringkali
kreatifitasnya rendah. Sebaliknya banyak
orang yang sangat kreatif tapi susah dikendalikan. Jangan sampai ada individu dalam jamaah yang
taat terhadap instruksi qiyadah akan tetapi ketika tidak ada instruksi dia diam
saja kalau kata anak muda sekarang kader
pokja, kudu ditepok dulu baru
kerja. Jangan juga ada kader yang
kreatifitasnya kebablasan, sampai melanggar manhaj, norma dan tradisi jamaah
dan ketika diingatkan dia membangkang.
Meskipun sulit untuk menyatukan kedua sifat ini pada diri sesorang tapi
tetap harus kita upayakan.
Wallohu a’lam
Stasiun Gambir 12 April 2012
M.Supariyono
Ketua DPD PKS Kota Depok
0 komentar:
Posting Komentar