Labels

Selasa, 01 Mei 2012

TUMBUH BESAR DAN BUBARNYA SEBUAH JAMAAH



Tumbuh besar atau bubarnya sebuah jamaah akan berpulang kepada individu atau anggota jamaah itu sendiri.  Semakin baik  sikap  jndividu dalam berjamaah maka akan semakin kuat jamaah itu.  Sebaliknya semakin rapuh sikap setiap individu dalam jamaah akan semakin cepat hancur dan bubar jamaah tersebut.  Beberapa indicator berikut dapat kita jadikan parameter dalam kondisi seperti apakah jamaah kita, akan tumbuh besar, stagnan jalan di tempat  atau bubar, naudzubillah. Hanya kita sendiri yang dapat menjawabnya.

Indikator pertama adalah semangat memberi dan semangat menerima.  Jamaah yang sehat adalah jamaah yang setiap individunya memiliki semangat memberi lebih besar dari pada semangat menerima.  Ketika setiap individu memiliki semangat memberi yang lebih besar maka yang akan terjadi terhadap jamaah tersebut  adalah surplus atau keberlimpahan kebaikan.  Keberlimpahan kebaikan inilah yang akan didistribusikan kepada anggota jamaah dan kepada masyarakat. Jamaah yang banyak memberi manfaat kepada publik  akan semakin mendapat banyak simpati dan pengikut.  Sebaliknya ketika semagat yang lebih dominan dari individunya adalah semangat menerima maka  yang akan terjadi adalah devisit kebaikan.  Jamaah tersebut tidak akan bisa memberikan apa-apa kepada publik karena jamaah itu sangat disibukkan dalam mengurus dan memberi perhatian kepada anggotanya saja. Pada akhirnya jamaah tersebut akan kehilangan simpati dan akan ditinggalkan oleh masyarakat karena keberadaannya sama dengan ketidakadaannya ( wujuduha ka adamiha ) atau kata anak muda sekarang kaga’ ngaruh ada dia atau kaga ada dia.
Indikator kedua adalah antara kerja dan jabatan. Jamaah yang sehat adalah jamaah yang setiap individunya selalu berorientasi pada kerja bukan pada jabatan atau posisi. Ketika setiap individu dalam jamaah berorientasi pada kerja dapat dipastikan jamaah tersebut akan menjadi jamaah yang sangat produktif dan pada akhirnya jamaah tersebut akan tumbuh besar. Sebaliknya ketika yang dipikirkan oleh setiap individu dalam jamaah adalah jabatan dan posisi maka pasti akan terjadi saling berebut posisi dan jabatan, saling intrik, saling sikut dan saling-saling negatif lainnya.  Energi jamaah tersebut akan terkuras habis untuk melerai anggotanya yang bertengkar karena berebut posisi dan jabatan. Keberadaannya juga tidak akan memberi manfaat bagi publik,  masyarakat akan mecibir kepada mereka  dan akhirnya juga pasti ditinggalkan.   
Indikator ketiga adalah antara tokoh dan system.  Jamaah yang sehat adalah jamaah yang setiap individunya berorientasi pada system bukan kepada tokoh.    Mengagumi dan mencintai  tokoh-tokoh jamaah adalah manusiawi dan diharuskan.  Hubungan Qiyadah dengan jundi akan bertambah indah ketika dilandasi dan dibingkai dengan saling cinta. Demikian pula ketidaksukaan seorang anggota jamaah terhadap satu atau beberapa orang tokoh jamaah adalah juga wajar dan manusiawi. Jangan sampai keaktifan atau ketidakaktifan seseorang dalam jamaah karena kesukaan pada tokoh tertentu atau ketidak sukaan pada tokoh tertentu. Karena itu  jamaah harus tetap mendidik dan melatih anggotanya untuk tetap lebih berorientasi pada system dari pada tokoh. Tokoh bisa datang dan pergi, tokoh bisa insilakh, tokoh juga bisa wafat, apakah kalau tokoh jamaah wafat kemudian jamaah harus bubar ?
  Al Qur an telah mengajari kita untuk tidak berorientasi pada tokoh, lihatlah bagaimana Al Qur an mengingatkan tentara muslim ketika Rosululloh SAW terkena panah pada perang uhud. Oleh lawan-lawannya diisukan bahwa Rosul SAW telah tewas.  Isu ini sempat membuat sebahagian kaum muslimin menjadi  down. Kejadian tersebut membuat turunnya sebuah ayat dalam surat Ali Imron “ tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rosul yang juga pernah ada sebelum beliau beberapa Rosul, apakah jika beliau wafat atau terbunuh kalian akan kembali ( jahiliyyah ) seperti dahulu…”
Indikator berikutnya adalah pemberdayaan dan eksploitasi. Perbedaan kata pemberdayaan atau empowerment dengan kata eksploitasi dalam kamus memang sangat jelas, namun dalam implementasinya kadang sangat sulit membedakan antara pemberdayaan dengan eksploitasi.  Jamaah yang sehat adalah jamaah yang memiliki kultur pemberdayaan bukan eksploitasi.  Setiap mas’ulin dalam setiap jenjangnya harus memastikan bahwa kapasitas setiap naggota yang dipimpinya dari waktu ke waktu semakin baik dan semakin meningkat.    Jangan sampai ada orang cerdas yang bergabung bersama jamaah kemudian ilmunya tidak bertambah dari waktu ke waktu. Yang seharusnya adalah ketika ada orang yang biasa saja dalam keilmuan setelah bergabung bersama jamaah dia berubah menjadi orang yang cerdas.  Jangan sampai ada orang yang kaya sebelumnya dan setelah bergabung bersama jamaah menjadi miskin.  Yang benar adalah, ketika orang miskin bergabung ke dalam sebuah jamaah maka kemudian dia berubah menjadi orang kaya, dan ketika orang kaya bergabung ke dalam sebuah jamaah dia berubah menjadi kaya raya.
Indikator berikutnya adalah ketaatan dan  kreatifitas. Persoalan sulit berikutnya bagi sebuah jamaah adalah mencetak individu yang taat dan kreatif. Ketaatan dan kreatifitas adalah dua kata yang berlawanan dan sangat sulit untuk disatukan.  Banyak orang yang  ketaatannya tinggi tapi seringkali kreatifitasnya rendah.  Sebaliknya banyak orang yang sangat kreatif tapi susah dikendalikan.  Jangan sampai ada individu dalam jamaah yang taat terhadap instruksi qiyadah akan tetapi ketika tidak ada instruksi dia diam saja kalau kata anak muda sekarang kader pokja,  kudu ditepok dulu baru kerja.  Jangan juga ada kader yang kreatifitasnya kebablasan, sampai melanggar manhaj, norma dan tradisi jamaah dan ketika diingatkan dia membangkang.  Meskipun sulit untuk menyatukan kedua sifat ini pada diri sesorang tapi tetap harus kita upayakan.

Wallohu a’lam
Stasiun Gambir 12 April 2012
M.Supariyono
Ketua DPD PKS Kota Depok

0 komentar:

Posting Komentar